Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Forward Berita Hoax: Telaah dalam Perspektif Undang-Undang ITE
DOI:
https://doi.org/10.15294/hp.v3i1.201Keywords:
Hoax, Forward, UU ITEAbstract
Hoax adalah penyebaran informasi yang tidak benar dengan tujuan menipu atau memanipulasi pembaca. Berita hoax dapat memicu konflik antara kelompok yang berbeda, terutama dalam isu-isu sensitif seperti politik, agama, atau ras. Pihak yang melakukan forward pesan yang berisi berita hoax di aplikasi seperti WhatsApp dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan dalam UU ITE, khususnya Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (2). Pasal 28 ayat (1) UU ITE: Melarang penyebaran informasi yang mengandung berita bohong, yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pasal 45 ayat (2) UU ITE: Menetapkan sanksi pidana bagi siapa pun yang melanggar Pasal 28 ayat (1), dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Tanggungjawab hukum forward pesan adalah ketika seseorang melakukan forward pesan yang berisi hoax mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar atau tidak memverifikasi kebenarannya, mereka dapat dikenakan sanksi yang sama seperti pelanggar yang asli. Dalam menerapkan konsep ideal pertanggungjawaban pidana pelaku forward berita hoax harus didasarkan pada tiga teori hukum, yang mana diantaranya adalah Teori Tanggungjawab Pidana, Teori Hukum dan Etika Komunikasi, dan Teori Hukum Positif. UU ITE sebagai produk hukum yang mengatur perilaku di ruang digital, termasuk ketentuan tentang penyebaran informasi yang merugikan, menitikberatkan Actus Reus, Mens Rea dan kausalitas atau hubungan sebab akibat antara tindakan pelaku dengan dampak yang ditimbulkan, tak lepas dari UU ITE khususnya pada Pasal 28 dan Pasal 45. Sanksi pidana yang dijadikan acuan hakim dalam memutus pelaku tentunya diharapkan proporsional untuk pelanggaran, baik berupa denda maupun hukuman penjara, sesuai dengan dampak dari penyebaran berita palsu.